Thursday, 4 April 2019

KEWAJIBAN BRAHMACARI

April 04, 2019


Kewajiban dalam Brahmacari


Sebagai seorang siswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan ia harus taat terhadap petunjuk dan nasihat yang diajarkan oleh guru yang mengajarnya. Dalam ajaran agama Hindu dikenal empat guru yang disebut Catur Guru yaitu :

1.      Guru Swadhyaya yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Adapun kewajiban sebagai seorang siswa terhadap Guru Swadhyaya tersebut, harus taat terhadap segala petunjuk dan ajaran-Nya. Sebagai umat yang percaya tentang kemahakuasaan Tuhan, yang merupakan sumber dari segala yang ada di dunia ini, maka taat kepada Guru Swadhyaya dapat diwujudkan dengan cara sujud bhakti memujanya.

Berguru ke hadapan Tuhan dapat dilakukan dengan cara mentaati ajaran suci yang telah diwahyukan melalui para maharsi. Setiap hari kita harus mendekatkan diri pada Beliau sebagai Guru dari semua guru. Dalam hubungan ini kita manusia adalah murid dari Sang Hyang Widhi (Tuhan), yang sering disebut dengan “Brahmacarin”. Brahman artinya Tuhan. Carin artinya berguru. Jadi berguru kepada Tuhan
Amal baik atau perbuatan dosa yang dilakukan selama berguru kepada Hyang Widhi hasilnya berupa subha dan asubha karma. Subha asubha karma ini dapat diterima hasilnya berupa:
a.       Sancita karmaphala
Hasil perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmatinya sehingga hasil perbuatannya itu akan menjadi benih yang sangat menentukan pada kehidupan yang sekarang.
b.      Prarabda karmaphala
Karma yang dilakukan oleh seseorang pada kehidupan sekarang ini, phalanya dinikmati pula dalam kehidupan ini sehingga tiada sisanya lagi untuk dinikmati pada kehidupan yang akan datang.

c.       Kriyamana karmaphala
Hasil perbuatan seseorang yang belum sempat dinikmati pada waktu hidupnya dan akan dinikmati pada masa penjelmaan yang akan datang.

2.      Guru rupaka yaitu orang tua (ibu dan bapak) yang melahirkan dan membesarkan kita.
Guru Rupaka ialah orangtua (Ibu dan Bapak) yang mengadakan atau yang ngerupaka kita. Sebagai seorang anak harus menyadari bahwa jasa orangtua (Ibu dan Bapak) adalah sangat berat, dan tak ternilai berapa besar jasanya lebih-lebih sang ibu yang mengandung dan melahirkan kita, dengan bertaruhan nyawa.
Demikian tinggi rasa cinta kasihnya ibu kepada kita, sehingga ia rela berkorban untuk menjadi badan perantara untuk memperbanyak umat manusia di mayapada ini.
Dalam Manu Smrti II,227 disebutkan :
Yam mata pitaram klesam sehete sambawe nmam natasya niskrtih sakya kartum warsaca tai rapi”
Artinya :
Penderitaan yang dialami oleh orang tua pada waktu melahirkan anaknya, tidak dapat dibayar walaupun dalam waktu seratus tahun.

Dalam Sarasamuscaya, 240 disebutkan :
Mata gurutara bhumeh khat
Tathoccatarah pita
Manah cighrataram wayoccina
Bahutara trnat

Apan lwih temen bwatning ibu, Sangkeng bwatning lemah, katsangana, tar bari-barin kalinganya, aruhur temen sang bapa sangke langit, adrs temen ang manah sangkeng bayu, akwh temen angenangen sangkeng dukut.
Artinya :
Sebab sesungguhnya ibu dikatakan lebih berat dari ibu perthivi (tanah), karenanya patut menghormati ia dengan sungguh-sungguh, demikian pula lebih tinggilah sesungguhnya penghormatan kepada bapak daripada tingginya langit, lebih deras jalannya pikiran dibandingkan dengan jalannya angin, lebih banyak sesungguhnya angan-angan itu dibandingkan dengan banyaknya rumput.

Maka seorang anak berusaha melakukan swadharmanya dengan rela hati melayani segala keperluan orangtuanya. Seorang anak berkewajiban memberikan atau mengorbankan harta benda, tenaga dan pikirannya untuk kebahagiaan orangtuanya. Malahan lebih dari itu seorang anak ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi untuk berbhakti pada orang tuanya. Di samping itu masih ada suatu kewajiban seorang anak kepada leluhurnya yaitu upacara pitra yadnya.
Walaupun upacara pitra yadnya telah dapat dilakukan sebagai tanda pembayaran hutang kepada orang tuanya, tapi bukanlah berarti sudah lunas segala kewajiban kita sebagai seorang anak. Namun yang paling penting pembayaran hutang pada orang tua adalah pada waktu orang tua masih hidup, yaitu dengan jalan membuat bahagia hati orang tuanya.          
                        Dalam Sarasamuscaya 241 menyebutkan :

                        Pita mata ca rajendra
                        Tusyato yasya dehinah
                        Iha pretya ca tasyatha
                        Kirtirbhawati cacwati
                       
“Ikang bhakti makawwitan, paritusta sang rawwitnya denya phalanya mangke dlaha, langgeng paleman ika ring hayu.
Artinya :
Orang yang setia dan hormat kepada orang tua, sehingga membuat orang tua menjadi senang dan bahagia, maka anak yang demikian akan memperoleh kemasyuran dan keselamatan pada kehidupannya sekarang dan kelak di kemudian hari.

Dari sloka tersebut, maka pahala yang diperoleh orang yang hormat pada orang tua ialah:
-          Kerti yaitu  kemasyuran yang baik
-          Yusa yaitu panjang
-          Bala yaitu kekuatan
-          Yasa yaitu jasa atau penghargaan.

Tiga hutang yang dimiliki oleh seorang anak terhadap orang tuanya yang patut dibayar untuk memenuhi dharma bhaktinya terhadap orang tua sebagai guru rupaka yaitu :
a)      Sarira krta yaitu hutang badan (sarira data)
b)     Annadatta yaitu hutang budhi karena orang tualah yang memberikan makan, minum, pakaian, pendidikan dan lain sebagainya
c)      Pranadatta yaitu hutang jiwa dalam arti pemeliharaan atau kelanjutan hidup.

3.      Guru Pengajian, yaitu guru yang mendidik dan mengajar di sekolah
Tugas guru pengajian cukup berat tetapi mulia. Guru pengajian berfungsi untuk melanjutkan pendidikan dari Guru Rupaka, yang bertitik tolak dari segi kerohanian dan juga ilmu pengetahuan lainnya.
Guru pengajian bertugas untuk mengembangkan intelek dan pengetahuan siswa, demi tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yaitu membentuk manusia susila yang cakap, cerdas, dan terampil, berbudi pekerti yang luhur, dan bertanggung jawab terhadap kesejateraan keluarga, masyarakat, nusa dan Bangsa.
Tugas yang lebih berat lagi yaitu tugas dari seorang guru agama yang mengajarkan pengetahuan agama, membentuk moral serta budi pekerti yang luhur, serta berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tugas Guru Pengajian ialah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan dengan penuh cinta kasih agar anak didiknya menjadi manusia susila lahir bathin (wahyadyatmika). Hubungan antara murid dengan guru benar-benar dapat mewujudkan keharmonisan, sebagai halnya antara seorang ayah dengan anaknya. Seorang murid tidak boleh menjelek-jelekkan atau menghina guru.
Dalam kitab Nitisastra II,13 disebutkan :
                        Haywa maninda ring dwija daridra dumaa atemu
                        Sastra teninda denira kapataka tinemu magong
                        Yan kita ninda ring guru patinta maparek atemu
                        Lwirnika wangsa-patra tunibeng watu remek apasah
                        Artinya :
Janganlah sekali-kali mencela guru, perbuatan itu akan dapat mendatangkan kecelakaan bagimu. Jika kamu mencela buku-buku suci, maka kamu akan mendapatkan siksaan dan neraka, jikalau kamu mencela guru maka kamu akan menemui ajalmu, ibarat piring yang jatuh hancur di batu.

Dalam kitab Sarasamuscaya, 238  juga menyebutkan:
Samyan mithyaprawrtte wa
Wartitawyam gurawiha
Guruninda nihantyayurmanusyanam
Na samsayah

Lawan waneh, hay wa juga ngwang mangupat ring guru, yadyapin salah kene polahnira, kayatnakena juga gurupacarana, kasiddhaning kasewaning kadi sira, bwat amuharapayusat amangun kapapan, kanin-daning kadi sira.
Artinya :
Sebagai seorang siswa (murid), tidak boleh mengumpat guru, walaupun perbuatan beliau keliru, adapun yang harus diusahakan dengan baik ialah perilaku yang layak kepada guru agar berhasil dalam menimba ilmu. Bagi yang suka menghina guru, akan menyebabkan dosa dan umur pendek baginya.


Umur untuk belajar (Brahmacari)

Kitab Dharmasastra oleh Rsi Yajnawalkya menyatakan bahwa umur untuk mulai belajar adalah umur semasih kanak-kanak yakni umur lima tahun dan selambat-lambatnya umur delapan tahun. Pada umur delapan tahun seorang anak harus sudah menikmati masa belajar melalui proses belajar mengajar.
Sedangkan kitab Grihya Sutra menyatakan bahwa masa belajar berlangsung jangan sampai melampaui batas umur 24 tahun. Ini berarti setelah umur 24 tahun seseorang sudah semestinya mempersiapkan diri untuk memasuki masa hidup Grhasta.

Dalam kekawin Nitisastra, V. 1 disebutkan “
Taki-taki ning sewaka guna widya, smarawisaya rwang puluh ing ayusya, tengahi tuwuh san wacana gogonta, patilaring atmeng tanu panguroken”.
Artinya :
“Seorang pelajar wajib menuntut ilmu pengetahuan dan keutamaan, jika sudah berumur 20 tahun orang boleh kawin. Jika setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru”.

Dari sloka tersebut, dapat ditegaskan bahwa jenjang pertama adalah Brahmacari saat umur muda kemudian Grhasta, setelah cukup dewasa, selanjutnya Wanaprastha setelah umur setengah lanjut dan terakhir bhiksuka setelah umur lanjut.

Tata tertib pada masa belajar
Secara umum tata tertib itu antara lain :
a.       Siswa wajib taat dan bhakti pada catur guru (guru susrusa)
b.      Siswa harus hidup sederhana
c.       Berpakaian bersih, rapi, sopan dan sederhana
d.      Makan sederhana (aharalaghawa)
e.       Siswa harus bisa dan biasa hidup jujur
f.       Tidur secukupnya dan sepatutnya
g.      Tidak menghibur diri berlebih-lebihan (liar)
h.      Tidak kawin selama masa belajar

Belajar berbagai hal dalam hidup ini baik lisan maupun tertulis hanya secara teori tentu belum dapat menolong manusia itu sendiri. Oleh karena berbagai ilmu itu patut dicoba dan dipraktekkan dalam hidup ini, demi kebahagiaan umat manusia. Untuk itu perlu dipraktekkan dan dilatih secara teratur.
Latihan dalam menghadapi kenyataan hidup tidak selalu dengan perencanaan seperti halnya bermain catur. Banyak peristiwa yang dialami seseorang, di luar dugaan dengan dan tanpa persiapan mental untuk menerimanya. Demikianlah setiap persoalan hidup sekaligus merupakan latihan lahir bathin bagi seseorang.
Hidup dengan aneka problemnya merupakan latihan yang sekaligus ujian dalam usaha mencapai kebebasan tertinggi. Untuk itu setiap orang dituntut harus sadar bahwa hidup ini adalah perjuangan dan medan untuk latihan, sehingga di dunia inilah manusia harus giat melatih diri. Dunia dengan segala isinya yang bersifat maya menjadikan hidup manusia penuh persoalan. Setiap persoalan hidup harus dihadapi dan diselesaikan. Jangan menghindari kegiatan hidup dan jangan pula lari dari kenyataan dunia ini.

Di dalam Bhagawadgita III. 4 disebutkan :
Na karmanam anarambhan
Naiskarmyam puruso “snute
Na ca sannyasanad eva
Siddhim samadhigacchati
Artinya :
Tanpa kerja orang tidak akan mencapai kebebasan pun juga tidak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja.

Dengan demikian kegiatan kerja sebagai suatu latihan dan kewajiban hidup harus dikerjakan demi tercapainya kebebasan. Oleh karena itu dalam hidup ini ternyata bukan pelajaran di sekolah saja mesti dipelajari dan dilatih. Ilmu yang didapat di sekolah hanyalah sebagian dari teori dan kunci yang harus dikuasai untuk menghadapi persoalan hidup.
Ilmu bukanlah bekal hidup kelak dihari tua, tetapi adalah alat untuk menghadapi hidup sekarang. Tentu dalam pergaulan itu patut disesuaikan dengan desa-kala-patra sehingga tidak menganggu ketertiban hidup bersama.
Demikianlah dalam hidup ini orang wajib berbuat dan melatih diri dengan teratur. Sukar akan merasakan kenyamanan dalam hidup sehari-hari bila orang tidak hidup teratur. Tidak setiap orang dapat sembahyang dan berdoa setiap hari sesuai petunjuk agama. Hal ini terjadi bukan karena tidak ada waktu, bukan juga karena tidak tahu, namun hanya karena hidup tidak teratur dan tidak berusaha untuk melatih diri.
Belajar melalui kitab suci harus dilakukan sebanyak-banyaknya agar sirnalah kebodohan. Sirnanya kebodohan adalah langkah awal untuk mengatasi kemarahan, kelobaan yang berarti menurunnya frekuensi kesengsaraan hidup. Berjuanglah mengejar kebenaran untuk melenyapkan kebodohan dengan belajar rajin, teratur, dan terus menerus.

4.      Guru Wisesa yaitu pemerintah
Sebagai seorang siswa, dan sekaligus juga merupakan bagian dari anggota masyarakat maka kita harus menghormati dan menjunjung tinggi martabat bangsa, Negara dan pemerintahannya. Sebaliknya pemerintah selalu memikirkan dan mengusahakan kesentosaan dan kemakmuran rakyat.
Di samping itu harus dapat memberikan perlindungan kepada rakyat dari berbagai problem seperti kesusahan, kesewenanga (monarkhi), menjalankan hukum dan keadiln tanpa pandang bulu. Menyelenggarakan pendidikan bagi warganya demi kemajuan dan kecerdasan bangsa.
Tidak hanya rakyat yang cinta, tetapi Tuhan sebagai pelindung Dharma akan merahmati umat-Nya yang berbudi mulia. Oleh karena itu ajaran agama Hindu kita diharapkan dalam melaksanakan tugas, berpegang pada motto dan pedoman sepi ing pamrih rame ing gawe, demi kepentingan masyarakat dan umat manusia.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 AGAMA HINDU CERDAS. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top