Wednesday 14 August 2019

Etika Yoga dalam Ajaran Yoga Darsana

August 14, 2019

Etika Yoga dalam Ajaran Yoga Darsana

Perenungan
”Na karmaṇām anārambhān naiṣkarmyaṁ puruṣo ’ṡnute,
na ca saṁnyasanād eva siddhiṁ samadhigacchati”.
Terjemahannya adalah.
“Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan mencapai
kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja”. (Bhagavad Gita. III.4).

Etika yang nama lainnya adalah susila sesungguhnya adalah suatu bentuk pengendalian diri dalam pergaulan hidup bersama agara terjadi keharmonisan hidup di antara sesama dan lingkungan sekitarnya (Sayang Supardi, 2004 : 10). Etika juga merupakan pedoman moral bagi orang tertentu, agama, profesi, dan sebagainya.
            Disadari atau tidak etika itu sebenarnya telah ada sejak manusia ada di muka bumi ini. Namun, etika itu mengalami kemunduran (Degradasi) dari zaman ke Zaman. Dalam kehidupan Sehari-hari etika perlu mendapat perhatian lebih serius dan ditingkatkan terus-menerus kwalitasnya karena dari etika yang baik akan menghasilkan generasi yang berkualitas baik juga. Etika yang buruk hanya akan menhasilkan kegagalan dalam hidup ini. Sangat disayangkan kalau dalam hidup ini yang telah dilalui dengan susah payah dan sangat lama tidak dapat menunjukkan kwalitas manusia sejati gara-gara hidup tanpa etika. Jika demikian adanya, apakah arti semua hidup ini? Tidak lain, layaknya mayat berjalan. Artinya kelihatan hidup, tetapi tidak ada gunanya atau sia-sia.
            Yoga adalah penghubung, pengaitan atau persatuan jiwa individual dengan Beliau Yang Maha Esa, mutlak dan tak terbatas. Ia juga berarti penghentian goncangan-goncangan pikiran. Anda tidak dapat menjadi yogin, kecuali bilamana anda adalah seorang Theis (percaya kepada Tuhan) dan theisme akan tidak ada arti, kecuali anda mengikuti tingkatan mental dapat berlangsung secara kontinyu. Ada dua jenis tingkatan konsentrasi atau semadhi, yaitu : Samprajnata Samadhi (konsentrasi sadar), dimana ada obyek konsentrasi  yang pasti dan pikiran tetap sadar akan obyek tersebut ( Maswinara, 1999:167).

Adapun 4 bentuk-bentuk dari Samprajnata Samadhi itu atau menurut jenis obyek pernungannya yaitu,
1. Savitarka (dengan pertimbangan), konsentrasi pikiran yang dikonsentrasikan pada obyek kasar (benda kasar dan nyata), seperti arca dewa atau dewi
2. Savicara (dengan renungan), konsentrasi pikiran yang dikonsentrasikan pada obyek yang halus tidak kelihatan nyata, seperti Tanmantra.
3. Sananda (dengan kegembiraan), konsentrasi pikiran dipusatkan pada obyek yang halus, seperti Indriya
4. Sasmita (dengan arti kepribadian), konsentrasi pikiran di tujukan kepada anasir rasa aku. Biasanya dalam kondisi ini Roh akan menyamakan dirinya dengan anasir itu. Yang kedua adalah Asamprajnata Samadhi, dimana perbedaan antara obyek yang dimeditasikan dan subyek menjadi lenyap dan terlampui atau transenden sedangkan pada pada Samprajnata Semadhi ada kesadaran yang jernih tentang obyek yang dimeditasikan yang berbeda dengan subyek.  

Dalam filsafat yoga dijelaskan bahwa yoga berarti penghentian kegoncangan-kegoncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaan pikiran itu ditentukan oleh intensitas sathwa, rajas dan tamas. Kelima keadaan pikiran itu adalah sebagaimana tertera dalam uraian berikut.
1.     Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan pikiran itu diombang-ambingkan oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek indria dan sarana-sarana untuk mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu objek ke objek yang lain tanpa terhenti pada satu objek.
2.     Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan malas ini disebabkan oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang alam pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur dan sebagainya.
3.    Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh rajas. Karena pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya sementara, sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.
4.   Ekarga artinya terpusat. Di sini, citta terhapus dari cemarnya rajas sehingga sattva lah yang menguasai pikiran. Ini merupakan awal pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk menghentikan perubahan-perubahan pikiran.

5.  Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini, berhentilah semua kegiatan pikiran, hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan niruddha merupakan persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kelepasan. Bila ekagra dapat berlangsung terus menerus, maka disebut samprajna-yoga atau meditasi yang dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan suatu objek yang terang. Tingkatan niruddha juga disebut asaniprajnata-yoga, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada satu pun diketahui oleh pikiran lagi. Dalam keadaan demikian, tidak ada riak-riak gelombang kecil sekali pun dalam permukaan alam pikiran atau citta itu. Inilah yang dinamakan orang samadhi yoga.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 AGAMA HINDU CERDAS. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top