Konsep dari Astangga Yoga di dalam ajaran Yoga Darsana
Terjemahannya adalah.
Perenungan
”Pratena dikṡām āpnoti dikṣāya āpnoti dakṣiṇām,
dakṣinā ṡraddhām āpnoti ṡraddhāya satyam āpyate”.
Terjemahannya adalah.
“Melalui
pengabdian kita memperoleh kesucian, dengan kesucian kita mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita mendapat
kehormatan dan dengan kehormatan kita memperoleh kebenaran” (Yajurveda XIX.30).
Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan
Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh
dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama
(pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama
(latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indriya kedalam), Dharana
(telah memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan
diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau
kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri).
Berikut
dibawah ini penjelasan dari tentang Astangga Yoga yaitu :
1. Yama
(pantangan, pengendalian diri), yang terdiri atas lima perintah :
- Ahimsa (tanpa kekerasan), jangan
melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
- Satya ( kebenaran dalam pikiran,
perkataan, dan perbuatan, atau pantangan terhadap kepalsuan, penipuan dan
kecurangan).
- Asteya, yakni pantang untuk
menginginkan sesuatu yang bukan milik nya sendiri yang muncul dalam
pikiran, perkataan dan perbuatan.
- Brahmacarya, yakni pantang untuk
kenikmatan seksual dalam pikiran, perkataan dan tindakan.
- Aparigraha (pantang kemewahan),
seorang yogin harus hidup sederhana, tidak menghendaki banyak kepemilikan,
tapi juga tidak mengingini kemewahan yang melebihi apa yang diperlukan.
Kelima yama yang disebutkan
diatas merupakan suatu keharusan tanpa perkecualian. Seorang yang melanggar
disiplin di atas itu dalam hal apapun, berbuat suatu kesalahan. Patanjali
menyebut kelima yama ini mahavrata atau sumpah besar.
Pelanggarannya tidak diperkenankan dan tidak ada alasan untuk mengelakkannya.
Patanjali mengatakan bahwa kepatuhan pada kelima yama itu diwajibkan dan
dipertahankan dalam tiap keadaan,(Saraswati, 1979:47). Dikatakan juga ketaatan
pada kelima yama itu merupakan Kode Etik Universal (
sarvabhauma) (Maswinara, 1999:166).
2. Niyama,
(suruhan untuk berdidplin, beradab, dengan memupuk kebiasaan baik) berikut
kelima Niyama itu yaitu :
- Sauca, kebersihan lahir batin.
Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai mengesampingkan
kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan
kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau
pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan
hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan
nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra
II.41).
- Santosa atau kepuasan. Hal ini
dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan.
Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental
(Patanjali Yoga Sutra II.42).
- Tapa atau mengekang. Melalui
pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam
aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
- Svadhyaya atau mempelajari
kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci
Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya
“istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya
(Patanjali Yoga Sutra II.44).
- Isvarapranidhana atau penyerahan
dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang kepada
tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45).
Diatas Yama dan
Niyama telah diuaraikan semuanya sepuluh kode moral atau kebajikan etika yang
harus diwujudkan. Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama
dan Niyama) disebut sebagaia vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan
yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan, yaitu:
Ø
Himsa atau kekerasan dan tidak sabar
sebagai lawan ahimsa
Ø
Asatya atau kepalsuan sebagai lawan
dari satya
Ø
Steya atau keserakahan sebagai lawan
dari asteya
Ø
Vyabhicara atau kenikmatan seksual
sebagai lawan dari brahmacarya
Ø
Asauca atau kekotoran sebagai lawan
dari sauca
Ø
Asantosa atau ketidakpuasan sebagai
lawan dari santosa
Ø
Vilasa atau kemewahan sebagai lawan
tapa
Ø
Pramada atau kealpaan sebagai lawan
svadhyaya
Ø
Prakrti-pranidhana atau keterikatan
pada prakrti sebagai lawan dari isvarapranidhana
Dengan menempuh
jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi terhadap
kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti orang lain belum tentu berarti
perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak
menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan keramah-tamahan.
3. Asana, suatu cara atau sikap duduk yang baik, kuat dan
menyenangkan. Sikap ini bermacam-macam adanya, seperti padmasana (sikap
teratai), wajrasana (sikap tabah), dhanu asana (sikap busur), sarwangan asana
(sikap berdiri diatas bahu), hala-asana (sikap bajak), Bhujangga asana (sikap
ular kobra), salabha asana (sikap belalang), pascimo asana ( sikap melurus
kemuka), padahasta asana ( sikap berdiri bungkuk ke muka), ardhamatsyeandra
asana ( sikap berputar), supra waja asana (sikap pangul), dhanuh asana (sikap
busur tabah), mayura asana (sikap merak), matsya asana ( sikap ikan), badha
asana), sikap teratai guru), kukta asana( sikap ayam jantan), uttama kurma
asana (sikap penyu), sirsa asana ( sikap badan terbalik). Demikianlah
asana-asana yang ada dalam yoga. Artinya yoga Patanjali tidak mempermasalahkan
untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan dan keinginan peserta yoga. Namun
demikian hendaknya peserta yoga berpandangan bahwa semua asana itu merupakan sukha
asana I, suatu asana/sikap yang menyenangkan.
4. Pranayama,
pengaturan nafas atau pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lubang
hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh. Dalam
pelatihan Yoga pernafasan perlu diatur untuk membersihkan darah, mengawasi
pemusatan pikiran, karena sangat menguatkan badan-badan dan meneguhkan
pikiran. Pranayama dilakukan dengan tiga cara yaitu menarik
nafas panjang dan dalam-dalam (puraka), menahan nafas (kumbaka), da
mengeluarkan nafas (caraka). Pranayama dapat dilakukan dengan
jalan/tahapan-tahapan dibawah ini sebagai berikut:
Ø
Tahap Pertama, dengan cara menutup
bibir dan menarik nafas ke dalam sepanjang waktu tertentu, kemudian
mengeluarkannya dalam waktu tertentu pula.
Ø
Tahap kedua, dilakukan dengan menutup
lubang hidung kiri dengan telunjuk tangan kiri, tarik nafas secara perlahan
melalui lubang hidung kanan secara perlahan selama tiga detik. Kemudian dengan
jari tengah kiri, tutuplah lubang kanan hidung. Dan keluarkan nafas melalui
lubang kiri hidung.
Ø
Tahap ketiga laksanakan rileks dengan
istirahat sejenak. Pada saat ini tarik nafas melalui kedua lubang hidung
sebanyak yang dilakukan. Buka mulut dengan bibir membuat lubang bulat untuk
mengeluarkan nafas lamanya 5 detik.
Ø
Tahap keempat, latihan menarik nafas
dan menahan nafas adalam kondisi duduk tenang sambil menghitung bhur, bhuah,
svah.
Ø
Tahap kelima, merupakan pengulangan
latihan tahap keempat, hanya saja bawah perut tidak boleh mengembung. Duduklah
dengan tenang, bernafaslah melalui bantuan rusuk dan otot sekat rongga badan
tidak bergerak.
Ø
Tahap keenam, latihan dilakukan dengan
duduk tegak, kepala sedikit maju ke depan tapi dibawah perut yang diperkecil
seperti kita mengisapnya ke dalam dada. Barulah menarik nafas dalam-dalam dan
menahannya sampai 7 hitungan, kemudian keluarkan secara perlahan sambil
menurunkan bahu, dengan rusuk diperkecil dan bawah perut ditarik ke atas untuk
mengeluarkan sebanyak mungkin udara lama dari paru-paru.
Ø Tahap ketujuh, latihan
penahanan nafas (Kumbhaka), tanpa melakukan puraka dana caraka. Pelaksanaannya
menarik nafas seperti biasa dan menahannya lima detik hingga satu menit,
dilakukan berulang-ulang lebih lama dari waktu sebelumnya, dilanjutkan dengan
rileks dan istirahat secukupnya.
5. Pratayaksa, Adalah
penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca indria
melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah :
pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya
indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga
bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke
keinginan (nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas dari
goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indria.
Untuk jelasnya mari kita kutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut
:
“Sva
viyasa asamprayoga, cittayasa svarupa anukara,
iva
indriyanam pratyaharah, tatah parana vasyata indriyanam.”
Artinya
:
Pratyahara
terdiri dari pelepasan alat-alat indria dan nafsunya masing-masing, serta
menyesuaikan
alat-alat indria dengan bentuk citta (budi) yang murni.
Makna yang lebih
luas sebagai berikut : Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi
dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus.
6. Dharana
artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi.
Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya “selaning lelata”
(sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau
mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak)
hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata.
Para
Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-ubun (sahasrara)
sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma
berdaun seribu dengan mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu
berkilau bagaikan mutiara. Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang,
bulan, matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu
para yogin menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan
yang digunakan membawa kearah kedamaian bathin, matahari untuk kekuatan phisik,
dan gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya patung
dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang bermanfaat bagi terserapnya
vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan melaksanakan Dharana
dengan baik akan memudahkan mencapai Dhyana dan Samadhi.
Menurut
Patanjali terdapat tujuh metodhe dharana dalam pemusatan pikiran yaitu :
- Bermeditasi,
dilakukan apabila mengalami suatu kegoncangan.
- Bersikap
mental yang baik terhadap orang lain. Ini perlu untuk menenangkan budhi.
- Pengucapan
yoga sutra patanjali “Pracchardana widarana-bhyamwa pranasya”
widarana-bhyamwa pranasya artinya juga dengan menguasao dan menundukkan
nafas.
- Kemantapan
budi, dilakukan dengan melatih konsentrasi pada persepsi-persepsi
berperasaan yang lebih tinggi.
- Jyotismati,
suatu metode meditasi yang dilakukan pada cahaya bathin yang cemerlang
yang berada di luar penderitaan. Tujuannya untuk mengantarkan seorang yogi
kepada kebahagian-Nya. Cahaya yang dimaksud dalam metode ini adalah cahaya
yang ada dalam jantung yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata.
- Konsentrasi pada orang-orang suci, suatu cara meditai dengan memusatkan pikiran kepada ornag-orang suci, misalnya kepada para maha rsi dengan tujuan agar beliau membantu menenangkan budhi, karena beliau dipandang sebagai yang telah bebas dari ikatan duniawian.
- Pengetahuan dalam mimpi, suatu cara meditasi yang dilakukan dnegan merenungkan pengetahuan yang diperoleh melalui mimpi pada saat tidur. Dalam yoga. Dalam yoga sutra disebutkan Swapna nidra Jana alambanan. Apa yang dialami melalui mimpi sering dimeditasikan oleh yang mempraktekan yoga, karena dapat membantu dirinya baik dalam keadaan suka maupun duka.
7. Dhyana,
Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada
objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau
gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata.
Gangguan
atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran,
penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Ganguan atau godan yang
tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek
Dharana. Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang
Widhi melalui objek Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali
menyatakan : “Tatra pradyaya ekatana dhyanam” Artinya : Arus
buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Kaitan
antara Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi
Yajanawalkya sebagai berikut : “Pranayamair dahed dosan, dharanbhisca
kilbisan, pratyaharasca sansargan, dhyanena asvan gunan : Artinya :
Dengan pranayama terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan
pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan dengan
dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang berada diantara manusia dan
Hyang Widhi.
8. Samadhi,
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua
keadaan yaitu : 1) Samprajnatta-samadhi atau Sabija-samadhi,
adalah keadaan dimana yogin masih mempunyai kesadaran, dan 2)
Asamprajnata-samadhi atau Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin sudah
tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh
kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi.
Baik
dalam keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogin merasa
sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki apapun,
tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari “catur
kalpana” (yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak lalai,
tidak ada ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah pintu gerbang
menuju Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan oleh seorang yogin.
Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus keberadaannya, akan sangat
memudahkan pencapaian Moksa.
Mempraktikan Sikap
–sikap Yoga
Perenungan
“Yo
marayati pranayati,
yasmat
prananti bhuvanani visva”
Terjemahannya
adalah.
“Sang
Hyang Widhiwasa menghidupkan dan menghancurkan.
Dia
adalah sumber penghidupan seluruh alam semesta”
(Atharva
Veda XIII. 3.3)
Memahami
Teks
Walaupun
yoga diklasifikasikan ke dalam empat disiplin yang berbeda, tidak ada satu pun yang bersifat istimewa, superior atau lebih rendah dari
yang lain. Semuanya sama pentingnya dan disebutkan
dalam kitab Hindu. Kecocokan disiplin tertentu bergantung dari mental,
intelektual dan dimensi emosional dan hubungannya dengan karma dari pribadi seseorang. Ketika kata yoga digunakan di
negara barat, secara umum ini berarti Hatha Yoga, yang merupakan latihan fisik dalam sistem hindu kuno dan teknik
pernafasan yang dirancang untuk menjaga tubuh yang sehat.
Kitab hindu menggunakan kata yoga sebagai sinonim dari sadhana,
yang berarti spiritual disiplin. Terdapat enam disiplin yang utama dalam yoga, Karma Yoga, Bhakti Yoga, Jnana Yoga, dan
Raja Yoga.
0 comments:
Post a Comment