Thursday, 4 April 2019

APLIKASI PENERAPAN CATUR ASRAMA

April 04, 2019

APLIKASI PENERAPAN CATUR ASRAMA PADA JAMAN MODERN

Pada saat ini, asrama tak dapat dihidupkan secara tepat sesuai dengan aturan rincian kuno, karena kondisinya telah banyak sekali berubah, tetapi dapat dihidupkan kembali dalam semangatnya, terhadap kemajuan yang besar dari kehidupan yang modern.Kedamaian dan aturan akan berlaku dalam masyarakat , hanya apabila semua melaksanakan kewajiban masing – masing secara efektif. Penghapusan warna dan asrama akan memotong akar dari kewajiban social masyarakat.

Bagaimana bangsa dapat mengharapkan untuk hidup bila warnasrama dharma tidak dilaksanakan secara tegar ? Murid – murid sekolah dan perguruan tinggi seharusnya menjalani suatu kehidupan yang murni , sederhana serta focus pada mengejar ilmu pengetahuan stinggi-tingginya.

Kepala rumah tangga seharusnya menjalani kehidupan sebuah grhasta yang ideal, ia seharusnya melaksanakan pengendalian diri, welas asih, toleransi, tidak merugikan, berlaku jujur,dan kewajaran dalam segala hal.

Selain itu, dengan berbekal ilmu dan keterampilan yang memadai yang didapat pada masa brahmacari, seseorang diharapkan mendapat profesi menjanjikan sesuai dengan keahliannya atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Melalui media itu umat dapat mencari artha dan kama yang didasarkan atas dharma.

Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ”hutan belantara” itu berada di tengah-tengah kita. Agar umat mampu menghindari diri dari kobaran api hawa nafsu, yang memang memerlukan pengendalian diri.

Pada tahapan bhiksuka atau sanyasin, umat sangat baik mendalami hal-hal yang bernuasa spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dan diharapkan umat sudah harus mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan keinginan duniawi dan dapat menjauhkan diri dari sifat dan musuh yang ada dalam diri seperti sad ripu, sapta timira, sad atatayi, tri mala serta yang sejenisnya.

Jadi manusia hidup di dunia ini ada tahapan-tahapan yang hendak dicapai agar jenjang kehidupan menjadi tertata, catur asrama ini juga berguna untuk menerapkan manusia agar melaksanakan swadharma menurut umur jadi dari umur 0 – 20th tahun hendaknya digunakan untuk belajar, umur 20th keatas baru kemudian menginjak ke jenjang menikah dengan mencari pasangan hidup agar mendapatkan keturunan yakni untuk meneruskan generasi agar tidak putus.

Kemudian pada umur 50-60th setelah matang dalam belajar kemudian menikah tentu saja banyak memiliki ilmu-ilmu atau pengalaman yang dapat diterapkan dalam masyarakat atau mengabdi pada masyarakat. Kemudian jenjang yang terakhir adalah biksuka atau sanyasin dari umur 60th keatas hendaknya sudah menyerahkan diri dengan Tuhan tidak terikat lagi dengan nafsu-nafsu yang ada dalam diri apalagi itu nafsu sad ripu. Seorang sanyasin hendaknya selalu berbuat yang baik dan bijaksana dan tidak banyak memiliki keinginan-keinginan menyerahkan diri dengan Tuhan dan pasrah.

Kemudian pada umur 50-60th setelah matang dalam belajar kemudian menikah tentu saja banyak memiliki ilmu-ilmu atau pengalaman yang dapat diterapkan dalam masyarakat atau mengabdi pada masyarakat. Kemudian jenjang yang terakhir adalah biksuka atau sanyasin dari umur 60th keatas hendaknya sudah menyerahkan diri dengan Tuhan tidak terikat lagi dengan nafsu-nafsu yang ada dalam diri apalagi itu nafsu sad ripu. Seorang sanyasin hendaknya selalu berbuat yang baik dan bijaksana dan tidak banyak memiliki keinginan-keinginan menyerahkan diri dengan Tuhan dan pasrah.

Jadi manusia hidup di dunia ini ada tahapan-tahapan yang hendak dicapai agar jenjang kehidupan menjadi tertata, catur asrama ini juga berguna untuk menerapkan manusia agar melaksanakan swadharma menurut umur jadi dari umur 0 – 20th tahun hendaknya digunakan untuk belajar, umur 20th keatas baru kemudian menginjak ke jenjang menikah dengan mencari pasangan hidup agar mendapatkan keturunan yakni untuk meneruskan generasi agar tidak putus.
 
Kemudian pada umur 50-60th setelah matang dalam belajar kemudian menikah tentu saja banyak memiliki ilmu-ilmu atau pengalaman yang dapat diterapkan dalam masyarakat atau mengabdi pada masyarakat. Kemudian jenjang yang terakhir adalah biksuka atau sanyasin dari umur 60th keatas hendaknya sudah menyerahkan diri dengan Tuhan tidak terikat lagi dengan nafsu-nafsu yang ada dalam diri apalagi itu nafsu sad ripu. Seorang sanyasin hendaknya selalu berbuat yang baik dan bijaksana dan tidak banyak memiliki keinginan-keinginan menyerahkan diri dengan Tuhan dan pasrah.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 comments:

Post a Comment

 

© 2013 AGAMA HINDU CERDAS. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top