Pada
saat ini, asrama tak dapat dihidupkan secara tepat sesuai dengan aturan rincian
kuno, karena kondisinya telah banyak sekali berubah, tetapi dapat dihidupkan
kembali dalam semangatnya, terhadap kemajuan yang besar dari kehidupan yang
modern.Kedamaian dan aturan akan berlaku dalam masyarakat , hanya apabila semua
melaksanakan kewajiban masing – masing secara efektif. Penghapusan warna dan
asrama akan memotong akar dari kewajiban social masyarakat.
Bagaimana
bangsa dapat mengharapkan untuk hidup bila warnasrama dharma tidak dilaksanakan
secara tegar ? Murid – murid sekolah dan perguruan tinggi seharusnya menjalani
suatu kehidupan yang murni , sederhana serta focus pada mengejar ilmu pengetahuan
stinggi-tingginya.
Kepala
rumah tangga seharusnya menjalani kehidupan sebuah grhasta yang ideal, ia
seharusnya melaksanakan pengendalian diri, welas asih, toleransi, tidak
merugikan, berlaku jujur,dan kewajaran dalam segala hal.
Selain
itu, dengan berbekal ilmu dan keterampilan yang memadai yang didapat pada masa
brahmacari, seseorang diharapkan mendapat profesi menjanjikan sesuai dengan
keahliannya atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Melalui
media itu umat dapat mencari artha dan kama yang didasarkan atas dharma.
Sementara
pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk
mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup
wanaprasta umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks
sekarang, ”hutan belantara” itu berada di tengah-tengah kita. Agar umat mampu
menghindari diri dari kobaran api hawa nafsu, yang memang memerlukan
pengendalian diri.
Pada
tahapan bhiksuka atau sanyasin, umat sangat baik mendalami hal-hal yang
bernuasa spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dan diharapkan
umat sudah harus mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan keinginan duniawi
dan dapat menjauhkan diri dari sifat dan musuh yang ada dalam diri seperti sad
ripu, sapta timira, sad atatayi, tri mala serta yang sejenisnya.
Jadi
manusia hidup di dunia ini ada tahapan-tahapan yang hendak dicapai agar jenjang
kehidupan menjadi tertata, catur asrama ini juga berguna untuk menerapkan
manusia agar melaksanakan swadharma menurut umur jadi dari umur 0 – 20th tahun
hendaknya digunakan untuk belajar, umur 20th keatas baru kemudian
menginjak ke jenjang menikah dengan mencari pasangan hidup agar mendapatkan
keturunan yakni untuk meneruskan generasi agar tidak putus.
Kemudian
pada umur 50-60th setelah matang dalam belajar kemudian menikah
tentu saja banyak memiliki ilmu-ilmu atau pengalaman yang dapat diterapkan
dalam masyarakat atau mengabdi pada masyarakat. Kemudian jenjang yang terakhir
adalah biksuka atau sanyasin dari umur 60th keatas hendaknya
sudah menyerahkan diri dengan Tuhan tidak terikat lagi dengan nafsu-nafsu yang
ada dalam diri apalagi itu nafsu sad ripu. Seorang sanyasin hendaknya selalu
berbuat yang baik dan bijaksana dan tidak banyak memiliki keinginan-keinginan
menyerahkan diri dengan Tuhan dan pasrah.
Kemudian
pada umur 50-60th setelah matang dalam belajar kemudian menikah
tentu saja banyak memiliki ilmu-ilmu atau pengalaman yang dapat diterapkan
dalam masyarakat atau mengabdi pada masyarakat. Kemudian jenjang yang terakhir
adalah biksuka atau sanyasin dari umur 60th keatas hendaknya
sudah menyerahkan diri dengan Tuhan tidak terikat lagi dengan nafsu-nafsu yang
ada dalam diri apalagi itu nafsu sad ripu. Seorang sanyasin hendaknya selalu
berbuat yang baik dan bijaksana dan tidak banyak memiliki keinginan-keinginan
menyerahkan diri dengan Tuhan dan pasrah.
Jadi
manusia hidup di dunia ini ada tahapan-tahapan yang hendak dicapai agar jenjang
kehidupan menjadi tertata, catur asrama ini juga berguna untuk menerapkan
manusia agar melaksanakan swadharma menurut umur jadi dari umur 0 – 20th tahun
hendaknya digunakan untuk belajar, umur 20th keatas baru
kemudian menginjak ke jenjang menikah dengan mencari pasangan hidup agar
mendapatkan keturunan yakni untuk meneruskan generasi agar tidak putus.
Kemudian pada umur 50-60th setelah matang dalam belajar kemudian menikah tentu saja banyak memiliki ilmu-ilmu atau pengalaman yang dapat diterapkan dalam masyarakat atau mengabdi pada masyarakat. Kemudian jenjang yang terakhir adalah biksuka atau sanyasin dari umur 60th keatas hendaknya sudah menyerahkan diri dengan Tuhan tidak terikat lagi dengan nafsu-nafsu yang ada dalam diri apalagi itu nafsu sad ripu. Seorang sanyasin hendaknya selalu berbuat yang baik dan bijaksana dan tidak banyak memiliki keinginan-keinginan menyerahkan diri dengan Tuhan dan pasrah.
0 comments:
Post a Comment